Clock

<a href=http://maulanasukabumicheaters.com>Zawa Clocks</a>

Minggu, 27 November 2011

Akhir Kisah Legenda Hardrock Led Zeppelin

Meski sudah bubar pada tahun 1980, tapi Led Zeppelin masih memiliki spirit yang hidup hingga kini. Ini seolah pernyataan “tidak” untuk menjawab ejekan yang mengatakan bahwa band ini kelak akan jatuh seperti jatuhnya balon gas terbang Zeppelin.

DI ANTARA sederetan band yang paling berpengaruh di jagad musik hard rock, Led Zeppelin akan selalu menjadi nama band selalu ditempatkan pada posisi pertama setelah sederetan nama band heavy metal lainnya; Black Sabbath, Deep Purple, hingga band sesangar Iron Maiden atau Judas Priest.

Tentu saja, dikarenakan band ini disebut-sebut sebagai pelopor musik berhaluan cadas yang kerap dianggap sebagai sumber inspirasi band-band rock selanjutnya sepanjang abad ini. Oleh nama besar Zeppelin (Led Zeppelin – ed), maka wajar bila kemudian Robert Plant, sang frontman, dianugerahi gelar kehormatan oleh kerajaan Inggris, awal Januari 2008.

Pelabelan nama “band heavy metal” kepada Zeppelin sebenarnya hanya dikarenakan karakter sound gitar Jimmy Page yang distorsi berat namun tajam dan serasa mencabik-cabik naluri musik siapa saja. Maupun, karakter vokal Robert Plant yang menyentak, melengking, menyayat, nakal bahkan membius pendegarnya ke sebuah atmosfer musik yang hanya bisa diciptakan oleh Zeppelin sendiri, dengan lirik-lirik yang melankonis dan flamboyan. Begitu juga dengan hentakan drum John Bonham yang meletup-letup dengan paduan power dan beat yang luar biasa enerjik, liar dan dinamis. John Paul Jones kemudian melengkapinya dengan alur bass yang harmonis, maka jadilah sejumlah hits Zeppelin yang hingga kini masih melegenda: “Whole Lotta Love”, “Rock n’ Roll”, “Immigrant Song”, maupun hits “Starway to Heaven”, misalnya.

Itu artinya, sebenarnya, musik-musik Zeppelin yang kerap mengadopsi ornamen-ornamen musik lain, seperti blues, rock n’ roll, country, reggae, arabian, musik timur India, soul, atau latin, tak selalu benar jika dikatakan sebagai band yang benar-benar menganut “pure heavy metal”.

Bila Anda adalah generasi era 70-an dan menjadi satu di antara banyak penggemar band cadas asal Inggris yang bibentuk pada September 1968 ini, maka Anda akan mengerti apa yang dimaksudkan itu. Beberapa hits yang bisa mencontohkan hal itu misalnya ialah, hits “Dryer Maker” yang benar-benar berwarna reggae kental dengan lick-lick blues pentatonik yang menyayat, hentakan drum set yang tak lazim pada musik reggae yang sudah kerap didengar sebelumnya. Begitu juga dengan warna vokal dan Robert Plant yang flamboyan sesuai dengan gaya berpakaiannya.

Yang lebih nampak ialah “Kashmir” yang mengadopsi musik timur India dengan iringan gitar akustik yang membawa Anda ke sebuah atmosfer musik bernama Zeppelin. Atau hits “Since I’ve Been Loving You” yang sangat blues di mana Jimmy Page berhasil menunjukkan dirinya sebagai salah satu gitaris blues yang dihormati dan layak diacungi jempol sepanjang abad ini.

Tapi, terlepas dari persoalan genre yang masih sering diperdebatkan pada pengamat musik itu, Zeppelin telah mencatatkan namanya di buku catatan musik dunia dengan debut yang menakjubkan. Zeppelin ialah satu di antara 4 ikon musik dunia (selain The Beatles, Elvis Presley dan Garth Brooks) dengan penjualan album di atas 100 juta keping. Sepanjang eksistensinya, penjualan album Zeppelin telah mencapai 300 juta keping di seluruh dunia. Pencapaian itu pastilah tak mudah, meski band ini harus membubarkan diri pada tahun 1980 akibat kematian John Bonham, sang penabuh drum.

Berawal dari impian Page

MENYINGGUNG Zeppelin sebenarnya tak bisa mengabaikan eksistensi band blues yang namanya pernah mencuat pada tahun 1960-an: The Yardbirds. Dari sinilah sebenarnya akar kelahiran Zeppelin. Di band ini Jimmy Page berperan sebagai bassis yang sudah bergabung sejak 1966, menggantikan posisi Paul Samuel Smith yang meninggalkan band itu. Tak lama kemudian, Page menjadi gitaris, mendampingi Jeff Beck; keduanya menjadi “lead guitar” di band itu.

Namun, seiring dengan meredupnya nama The Yardbird yang sudah tidak lagi agresif membuat rekaman dan menggelar konser, Page melemparkan sebuah ide untuk membentuk sebuah band besar di mana ia dan Jeff Beck menjadi gitarisnya, Keith Moon (drumer The Who) dan John Entwistle sebagai bassis. Saat itu, Donovan, Steve Winwood dan Steve Marriot juga pernah ditawari untuk ikut bergabung. Namun grup yang diimpikan Page itu tak pernah terkabul meskipun Page, Beck dan Moon sempat melakukan sesi rekaman bersama pada 1966. Salah satu hasilnya ialah“Beck’s Bolero”, track rekaman yang kemudian disertakan dalam album Beck “Truth” pada tahun 1966. Sesi rekaman itu sempat juga diikuti oleh John Paul Jones.

The Yardbird sendiri sudah mengakhiri jadwal konser terakhir mereka pada Juli 1968. Meski demikian, beberapa personil: Page, Jim McCarty (drumer) dan vokalis Keith Relf dan basis Chris Dreja, masih komit untuk menggelar konser di Skandinavia yang sudah lama direncanakan, dengan tetap mengusung nama The Yardbird. Page dan Dreja pun sepakat membentuk formasi baru. Page merekrut Terry Reid sebagai vokalis utama. Namun, Terry menolaknya dengan mengusulkan Robert Plant yang saat itu merupakan vokalis West Bromwich, sebagai penggantinya.

Plant kemudian menerima tawaran itu, sekaligus, mengusulkan nama baru untuk direkrut untuk posisi drumer, ialah John Bonham. Tapi, entah kenapa, Dreja kemudian mundur dan memutuskan untuk menjadi fotografer (Dreja sendiri kemudian menjadi fotografer untuk cover album perdana Zeppelin). Tak lama kemudian, John Paul Jones mengontak Page, mengonfirmasi posisi yang pernah ditawarkan kepadanya. Gayung bersambut, Page kemudian menerimanya.

Keempat anak muda ini berkumpul pertama kali di sebuah ruangan di bawah sebuah toko kaset di Gerrard Street, London. Mereka merencanakan konser di Skandinavia yang sudah lama direncanakan itu. Page mengusulkan agar mereka mencoba memainkan “Train Kept A-Rollin”, musik rock yang dipopulerkan Johnny Burnette dan pernah dihidupkan kembali oleh The Yardbird. Pertemuan itu mencapai sebuah kesepakatan. Yang menarik, adanya ikatan harmoni yang tercipta begitu kuat di antara mereka setelah itu. Saat itu Jones pun sempat berujar, “Semakin sering saya mendengar gebukan drum Bonham, saya semakin yakin, ini akan menjadi grup besar. Sejak itu kami menyepakati agar menjadi tim secepat mungkin.”

Grup yang kemudian dijuluki “New Yardbird” ini kemudian mulai terlibat pada sesi rekaman bersama untuk album P.J. Proby “Three Week Hero”. Salah satu lagu di dalamnya “Jim’s Blues” menjadi track yang hanya dimainkan oleh mereka berempat. Inilah yang akan menjadi awal kelahiran grup besar bernama Led Zeppelin kelak. “Ketika keempatnya terlibat dalam rekaman album saya, mereka saya sebut New Yardbird, bukan Led Zeppelin,” ujar Proby suatu kali.

Mereka pun mewujudkan konser di Skandinavia dengan nama “The New Yardbird”. Sepulang dari sana, keempatnya sepakat mengganti nama grupnya: Led Zeppelin. Nama ini sebenarnya berasal dari kalimat ejekan Keith Moon yang saat itu masih bergabung dengan The Who sebagai drumer. “The New Yardbird akan jatuh seperti Zeppelin”, maksudnya balon gas terbang Zeppelin yang pernah jatuh tahun 1937.

Debut album pertama Zeppelin, “Led Zeppelin I” dirilis pada 12 Januari 1969, diproduseri Peter Grant. Terdapat unsur blues, folk dan musik timur di dalamnya. Namun, album ini kemudian disebut-sebut sebagai tanda awal kemunculan heavy metal. Page sendiri tak begitu setuju bila dikatakan album pertama Zeppelin sebagai musik heavy metal sebab tiga di antaranya menggunakan instrumen akustik. Terlepas dari situ, album ini berhasil mencapai keuntungan 7 juta pounds.

Album kedua “Led Zeppelin II” kemudian disebut-sebut sebagai tanda kemunculan musik hard rock pada tahun 1970-an, yang berlanjut hingga album ketiga “Led Zeppelin III”. Lagu “Immigrant Song” adalah buktinya. Begitu juga album keempat dengan hadirnya “Black Dog”, “Rock N’ Roll”, “Going to California” dan “Stairway to Heaven” semakin melambungkan Zeppelin sebagai band yang dihormati.

Saat itu, Zeppelin telah menjadi band besar nan glamor. Mereka menggunakan jet pribadi untuk tour keliling mereka. Sering berpesta pora dan menjadi sorotan. “Zeppelin penuh kisah, tapi mitos bila mengatakan band ini terlibat tindakan asusila dan perilaku kotor,” bela wartawan musik Chris Welch, suatu kali.

Kepergian Bonham

KONSER di Nurenberg, Jerman, 27 Juni 1980 menjadi sejarah penting perjalanan karir Zeppelin. Konser yang merupakan salah satu bagian dari rangkaian konser Eropa yang direncanakan berlangsung hingga 10 Oktober itu semestinya berlangsung dengan histeria ratusan ribu pasang mata fans Zeppelin melebihi konser-konser sebelumnya; seperti pada konser Knebworth Music Festival di Copenhagen Denmark, Agustus 1979, yang disaksikan 120.000 ribu pasang mata. Namun tidak untuk konser di Nurenberg itu.

Menjelang pertengahan konser setelah Zeppelin membawakan tiga lagu, John Bonham tiba-tiba kolaps. Ia tumbang, tak mampu lagi melanjutkan performanya. Ia pun segera digiring ke rumah sakit. Alhasil, konser terpaksa dihentikan. Berbagai spekulasi kemudian muncul. Yang paling fenomenal ialah pernyataan media yang mengatakan bahwa tumbangnya sang drumer akibat menenggak alkohol dan obatan-obatan secara berlebihan. Akibat kondisi Bonham yang tidak mendukung saat itu, konser terpaksa hanya digelar hingga 7 Juli. Konser Eropa itu telah banyak menelan kesehatan Bonham.

Kejadian naas berawal pada 24 September 1980, ketika Bonham pergi ke Bray Studios bersama assisten Zeppelin, Rex King, untuk mengikuti gladi gresik untuk persiapan konser keliling yang akan digelar di Amerika Serikat – ini akan menjadi konser kedua Zeppelin di AS setelah memulai debutnya di AS pada tahun 1977. Selama beberapa hari, termasuk dalam perjalanan itu, Bonham telah dilarang sarapan pagi oleh asistennya. Namun larangan itu diabaikan. Setelah melahap sarapannya dengan daging ham, Bonham bahkan meminum banyak alkohol hingga tiba di rumah Jimmy Page – The Old Mill House di Clewer, Windsor.

Setelah persiapan hingga larut malam itu, Bonham pergi tidur dan terlelap. Namun, pada pukul 1:45 esok harinya, Benji LeFevre (road manager yang kemudian digantikan oleh Richard Cole – ed) dan John Paul Jones menemukannya dalam keadaan tewas. Dari hasil otopsi yang dilakukan kepada Bonham yang saat itu masih berusia 32 tahun, dinyatakan bahwa kematiannya diakibatkan zat “asphyxiation” yang dimuntahkannya. Dari hasil otopsi ulang yang dilakukan pada 27 Oktober kemudian, dinyatakan, tak ada obat-obatan dalam tubuh Bonham yang mengakibatkan kematiannya. Tak lain, kematiannya itu diakibatkan oleh terlalu banyak menegak minumum malam itu dan beberapa hari sebelumnya.

Setelah kematian Bonham, sebuah pertanyaan besar kemudian muncul: Apakah Zeppelin akan tetap eksis? Jawabnya, ternyata tidak. Seperti diumumkan kepada media, 4 Desember 1980, Zeppelin menyatakan dengan resmi pembubaran dirinya. “Kami ingin semua tahu bahwa kepergian sahabat kami dan rasa harmoni yang tidak bisa disamakan dengan apapun di antara kami sebelumnya, maka kami memutuskan untuk tidak melanjutkan lagi apa yang telah kami mulai dengan Bonham.” Artinya, Zeppelin benar-benar bubar, meski sebelumnya sempat dikabarkan akan tetap eksis dengan cara menggantikan posisi Bonham dengan beberapa calon, di antaranya Cozy Powell, Carmine Appice, Barriemore Barlow, Simon Kirke dan Bev Bevan.

Konser reuni dan proyek Plant

LANTAS, bagaimana kemudian nasib Zeppelin sepeninggal Plant, Page dan Jones? Tak sedikit memang debut yang sudah dibuat Zeppelin. Sebelum kematian Bonham, Zeppelin juga meliris album “House of the Holy” pada 1973, double album “Psysical Graffiti” pada tahun 1975, album platinium “Presense” pada 1976, di masa Page sempat kecanduan heroin. Dan album “The Song Remains the Same”, pada tahun 1976.

Setelah kematian Bonham, pada tahun 1982, Zeppelin pun masih melengkapi catatan diskografinya dengan album “Coda”. Album ini merupakan rekaman yang diambil dari beberapa sesi selama Zeppelin berkiprah. Di dalamnya juga terdapat dua bagian track yang diambil pada saat band itu menggelar konser di Royal Albert Hall pada tahun 1970, satu sesi merupaan bagian album “Zeppelin III” dan “Houses of the Holy’ dan tiga sesi lagi merupakan bagian dari album “In Through the Out Door”. Di album itu juga terdapat rekaman drum instrumental John Bonham pada tahun 1976 yang oleh Jimmy Page ditambahi dengan efek elektronik: “Bonzo’s Montreux”.

Pada 13 Juni 1985, Zeppelin menggelar konser reuni pertamanya untuk Live Aid di JFK Stadium, Philadelphia. Reuni kedua digelar pada Mei 1988, pada saat perayaan ulang tahun Atlantic Records ke-40. Konser ini menyertakan Jason Bonham, putra Jason Bonham. Tahun 1994, Page dan Plant kembali menggelar reuni untuk proyek MTV berdurasi 90 menit: “UnLedded”. Keduanya kemudian sempat merilis album “No Quarter: Jimmy Page dan Robert Plant Unledded”. Pada 27 Juli 2007, Zeppelin kembali menggelar konser reuni “Ahmet Ertegün Tribute Concert” di The O2 Stadium, London. Robert Plant sendiri sejak tahun 2007 menjalin kerjasama proyek album dengan Alison Krauss: “Raising Sand”.

Kabar terbaru, 1 Januari 2008, Robert Plant yang sudah berusia 60 tahun dianugerahi gelar kehormatan oleh Kerajaan Inggris atas dedikasinya kepada industri musik. Ia menerima British New Year Honors tahun 2009. Dan dianugerahi gelar kehormatan Commander of the Order of the British Empire (CBE).

Sepanjang tahun 2008 dikabarkan juga bahwa Zeppelin akan kembali menggelar konser reuni tahun 2009. Zeppelin sepertinya masih tetap dinanti. Pada Oktober 2008, John Paul Jones sempat menyatakan posisi Robert Plant akan digantikan penyanyi (gitaris) Amerika, Myles Kennedy, yang saat ini bergabung dengan Alter Bridge. Namun, sepertinya Plant tidak begitu berminat lagi.

“Saya menikmati apa yang kerjakan dengan Alison saat ini. Dan saya melihat sejauh ini Jimmy mendukungnya. Tetapi kami kini berada di tempat yang berbeda. Dan Anda harus melakukan sesuatu yang berbeda,” ujar Plant seperti dikutip BBC Radio Wales, akhir Desember lalu. Anda mungkin bisa membayangkan bagaimana jadinya Zeppelin bila tanpa Plant?

1 komentar:

Sangat lengkap bung biografi tentang Led Zeppelin.

Terima Kasih

Posting Komentar